BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sekolah adalah salah satu dari Tripusat
pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan output yang unggul, mengutip
pendapat Gorton tentang sekolah ia mengemukakan, bahwa sekolah adalah suatu
sistem organisasi, di mana terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam
rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional.
Lahirnya UU. No.
22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, serta UU. No. 25 tentang perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang membawa konsekuensi terhadap bidang-bidang
kewenangan daerah sehingga lebih otonom termasuk dalam bidang pendidikan.
Sehingga penyelenggaraan yang bersifat terpusat atau sentralis berganti ke arah
desentralisasi.
Pengelolaan
pendidikan yang diarahkan pada desentralisasi menuntut partisipasi masyarakat
secara aktif untuk merealisasikan otonomi daerah. Karena itu memerlukan
kesiapan sekolah sebagai ujung tombak operasional pendidikan pada level bawah.
Pendidikan yang selama ini dikelola terpusat (sentral) harus diubah sesuai
dengan perkembangan sistem yang ada yaitu sistem desentraliasi. Otonomi daerah
sebagai kebijakan politik makro akan memberi imbas terhadap otonomi sekolah
sebagai sub sistem pendidikan.
Salah satu upaya
pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah melalui penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah atau MBS. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa
MBS merupakan pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan
kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas.
Dengan demikian, mahasiswa calon guru SD semestinya dapat memahami penerapan
MBS sebagai bekal ketika berada di sekolah nantinya.
Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan prosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah
umum, memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut.
Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang cerdas serta emosional
tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga pembangunan. Oleh karena itu
perlu diketahui pandangan filosofis tentang hakekat sekolah dan masyarakat
dalam kehidupan kita. sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, ia
bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan
kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adlah lembaga sosial
yang berfungsi untuk melayani anggota-anggota masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan
masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat adalah
pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.
1.2.
Tujuan Penulisan
1)
Untuk mengetahui makna dari manajemen
dan manajemen berbasis sekolah
2)
Mengetahui tujuan manajemen berbasis
sekolah menuju sekolah yang efektif
3)
Mengetahui peranan dan partisipasi dalam
implementasi manajemen berbasis sekolah
1.3.
Manfaat Penulisan
1)
Dapat memahami pengertian manajemen dan
manajemen berbasis sekolah
2)
Dapat memahami tujuan manajemen berbasis
sekolah menuju sekolah yang baik
3)
Dapat memahami peranan dan partisipasi
masyarakat dalam implementasi manejemen berbasis sekolah
4)
Dapat melakukan kegiatan yang berpandu
pada manajemen berbasis sekolah
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Manajemen dan Manajemen Berbasis
Sekolah
2.1.1. Pengertian Manajemen
Menurut penulis manajemen adalah
suatu sistem yang didalamnya terdapat perencanaan, pelaksanaan, dan pelaksanaan
yang digunakan untuk mengatur anggota suatu organisasi atau institusi agar
tujuan organisasi atau institusi tersebut dapat tercapai.
2.1.2
Pengetian
Manajemen Berbasis Sekolah
Istilah manajemen
berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan paradigma baru pendidikan, yang
memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam
kerangka kebijakan pendidikan nasional.
Menurut Edmond
yang dikutip Suryosubroto,
Manajemen Berbasis Sekolah
merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan
kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah sedangkan Nurcholis
mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah
sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan.
Menuut E. Mulyasa (2004:24), Manajemen
Berbasis Sekolah merupakan wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan
sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para
peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk
meningkatkan kinerja para staff, menawarkan langsung partisipasi langsung
kelompok-kelompok yang terkait dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
pendidikan.
Menurut Nanang fatah (2006:32), Manajemen
Berbasis Sekolah merupakan pendekatan politik yang bertujuan untuk mendesain
ulang pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang
mencakup guru, siswa, komite sekolah, orang tua siswa dan masyarakat. Manajemen
Berbasis Sekolah mengubah sistem
pengambilan keputusan dengan memindahkan otoritas dalam pengambilan keputusan
dan manajemen ke setiap yang berkepentingan di tingkat local (Local Stakeholder).
2.2. Implementasi Manejemen Berbasis Sekolah
Sejak beberapa
waktu terakhir, kita dikenalkan dengan pendekatan “baru” dalam manajemen
sekolah yang diacu sebagai manajemen berbasis sekolah (school based management)
atau disingkat MBS. Di Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah
berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators,
National Association of Elementary School Principals, and National Association
of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based
management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh
ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional
atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah
secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa tak berdaya
karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks
pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin
dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas
berinovasi.
Di Indonesia,
gagasan penerapan pendekatan ini muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan
otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Selama ini,
sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk
menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali
tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara
mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya
diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan
sekolah hanya menerima apa adanya.
Prinsip MBS Dalam mengimplementasikan MBS
terdapat 4 (empat) prinsip yang harus difahami yaitu: kekuasaan; pengetahuan;
sistem informasi; dan sistem penghargaan.
1.
Kekuasaan
Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan
berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan dengan sistem
pendidikan sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah
berjalan dengan efektif dan efisien. Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah
akan efektif apabila mendapat dukungan partisipasi dari berbagai pihak,
terutama guru dan orangtua siswa. Seberapa besar kekuasaan sekolah tergantung
seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan. Pemberian kekuasaan secara utuh sebagaimana
dalam teori MBS tidak mungkin dilaksanakan dalam seketika, melainkan ada proses
transisi dari manajemen yang dikontrol pusat ke MBS. Kekuasaan yang lebih besar
yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu
dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan:
a)
melibatkan
semua fihak, khususnya guru dan orangtua siswa.
b)
membentuk
tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan
yang relevan dengan tugasnya
c)
menjalin
kerjasama dengan organisasi di luar sekolah.
2.
Pengetahuan
Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang yang berusaha
secara terus menerus menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka
meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem
pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau workshop
guna membekali guru dengan berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses
belajar mengajar. Pengetahuan yang penting harus dimiliki oleh seluruh staf
adalah:
a)
pengetahuan
untuk meningkatkan kinerja sekolah,
b)
memahami
dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan quality assurance, quality control, self assessment, school review,
bencmarking, SWOT, dll).
3.
Sistem
Informasi Sekolah yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang jelas
berkaitan dengan program sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga
sekolah serta masyarakat sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi
sekolah. Dengan informasi tersebut warga sekolah dapat mengambil peran dan
partisipasi. Disamping itu ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan
pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas sekolah. Infornasi yang
amat penting untuk dimiliki sekolah antara lain yang berkaitan dengan:
kemampuan guru dan Prestasi siswa
4.
Sistem Penghargaan
Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem penghargaan untuk
memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi. Sistem
penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier warga sekolah, yaitu guru,
karyawan dan siswa. Dengan sistem ini diharapkan akan muncul motivasi dan ethos
kerja dari kalangan sekolah. Sistem penghargaan yang dikembangkan harus
bersifat adil dan merata. Kewenangan yang Didesentralisasikan adalah:
a.
Perencanaan
dan Evaluasi Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sekolah
sesuai dengan kebutuhannya (school-based plan). Oleh karena itu, sekolah harus
melakukan analisis kebutuhan mutu dan berdasarkan hasil analisis kebutuhan mutu
inilah kemudian sekolah membuat rencana peningkatan mutu. Sekolah diberi
wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara
internal. Evaluasi internal dilakukan oleh warga sekolah untuk memantau proses
pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil program-program yang telah
dilaksanakan. Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri. Evaluasi diri
harus jujur dan transparan agar benar-benar dapat mengungkap informasi yang
sebenarnya.
b.
Pengelolaan
Kurikulum yang dibuat oleh Pemerintah Pusat adalah kurikulum standar yang
berlaku secara nasional. Padahal kondisi sekolah pada umumnya sangat beragam.
Oleh karena itu, dalam impelentasinya sekolah dapat mengembangkan (memperdalam,
memperkaya, dan memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang
berlaku secara nasional. Selain itu, sekolah diberi kebebasan untuk
mengembanhgkan kurikulum muatan lokal.
c.
Pengelolaan
Proses Belajar Mengajar Proses belajar mengajar merupakan kegiatan utama
sekolah. Sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode, dan teknik-teknik
pembelajaran dan penagjaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik
mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata
sumber daya yang tersedia di sekolah. Secara umum, strategi/metode/teknik
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered) lebih mampu memberdayakan
pembelajaran siswa.
d.
Pengelolaan
Ketenagaan Pengelolaan ketenagaaan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan,
rekrutmen, pengembangan, hadiah dan sanksi (reward and punishment), hubungan
kerja, sampai evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah (guru, tenaga administrasi,
laboran, dan sebagainya) dapat dilakukan oleh sekolah, kecuali yang menyangkut
pengupahan/imbal jasa dan rekrutmen guru pegawai negeri yang sampai saat ini
masih ditangani oleh Pemerintah Pusat/Daerah.
e.
Pengelolaan
Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan) Pengelolaan fasilitas sudah seharusnya
dilakukan oleh sekolah, mulai dari pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan,
hingga sampai pengembangan. Hal ini didasarkan oleh kenyataan bahwa sekolahlah
yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik kecukupan, kesesuaian, maupun
kemutakhirannya.
f.
Pengelolaan
Keuangan Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian/penggunaan uang sudah
sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Hal ini juga didasari oleh kenyataan bahwa
sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya sehingga desentraslisasi
pengalokasian/penggunaan uang sudah seharusnya dilimpahkan ke sekolah. Sekolah
juga harus diberi kebebasan untuk melakukan “kegiatan-kegiatan yang
mendatangkan penghasilan” (income generating activities) sehingga sumber
keuangan tidak semata-mata tergantung pada pemerintah.
g.
Pelayanan
Siswa Pelayanan siswa, mulai dari penerimaan siswa baru,
pengembangan/pembinaan/ pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau
untuk memasuki dunia kerja hingga sampai pada pengurusan alumni, sebenarnya
dari dahulu sudah didesentralisasikan. Karena itu, yang diperlukan adalah
peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.
h.
Hubungan
Sekolah-Masyarakat Esensi hubungan sekolah-masyarakat adalah untuk meningkatkan
keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat terutama
dukungan moral dan finansial. Dalam arti yang sebenarnya, hubungan
sekolah-masyarakat dari dahulu sudah didesentraslisasikan. Oleh karena itu,
sekali lagi yang dibutuhkan adalah peningkatan intensitas dan ekstensitas
hubungan sekolah-masyarakat.
i.
Pengelolaan
Iklim Sekolah Iklim sekolah (fisik dan non fisik) yang kondusif-akademik
merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif.
Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan/espektasi yang
tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang
terpusat pada siswa (student-centered activities) adalah contoh-contoh iklim
sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Iklmi sekolah sudah merupakan
kewenangan sekolah sehingga yang diperlukan adalah upaya-upaya yang lebih
intensif dan ekstensif.
2.3. Manajemen Berbasis Sekolah menuju sekolah yang efektif
Pada sistem MBS
sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas,
mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik
kepada masyarakat maupun pemerintah. MBS juga merupakan salah satu wujud dari
reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan
pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi siswa. Hal ini juga berpotensi
untuk meningkatkan kinerja staf, menawarkan partidipasi langsung kepada
kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman kepada masyarakat
terhadap pendidikan. Pengertian MBS “Suatu konsep yang menempatkan kekuasaan
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat
yang paling dekat dengan proses belajar mengajar “Tujuan utama penerapan MBS
pada intinya adalah untuk penyeimbangan struktur kewenangan antara sekolah,
pemerintah daerah pelaksanaan proses dan pusat sehingga manajemen menjadi lebih
efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan kepada unit yang paling
dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu sekolah.
Disamping itu untuk memberdayakan sekolah agar sekolah dapat melayani
masyarakat secara maksimal sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut. Tujuan
penerapan MBS adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui
kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan
pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih rincinya MBS bertujuan untuk:
1)
Meningkatkan
mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas, partisipasi,
keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif sekolah
dalam mengelola, memanfaatkan, dan memperdayakan sumberdaya yang tersedia.
2)
Meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
melalui pengambilan keputusan bersama
3)
Meningkatkan
tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu
sekolahnya
4)
Meningkatkan
kopetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai
5)
Meningkatkan
efisiensi, relevansi, dan pemerataan pendidikan di daerah dimana sekolah
berada.
Ada beberapa alasan diterapkannya Manajemen
Berbasis Sekolah, yaitu :
1)
Sekolah
lebih menegtahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
2)
Pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan
sekolah karena fihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi
sekolahnya.
3)
Penggunaan
sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat
setempat.
4)
Keterlibatan
semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputsan sekolah
menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
5)
Sekolah
dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah,
orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan
berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu
pendidikan yang telah direncanakan.
6)
Sekolah
dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan
mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta
didik. Masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
7)
Sekolah
dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah
dengan cepat.
8)
Secara
yuridis telah ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku, khususnya
pada UU Sisdiknas Nonor 20 tahun 2003 serta peraturan perundangan lain yang
terkait.
2.4. Partisipasi
Masyarakat dalam Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
Peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Peran serta masyarakat itu tidak
hanya berupa dukungan dana atau sumbangan fisik saja, tetapi bisa lebih dari
itu. Peran serta masyarakat sudah dapat dianggap baik jika dapat dapat terlibat
dalam bidang pengelolaan sekolah, apalagi bila dapat masuk ke biang akademik.
Orang tua merupakan salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan MBS.
Sebagai pihak yang sangat berkepentingan dengan kemajuan belajar anaknya, orang
tua sudah selayaknya dilibatkan secara aktif oleh sekolah untuk membantu
peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Peran serta mereka tidak hanya berupa
dana, tetapi juga pemikiran atau tenaga dalam pembelajaran, perencanaan
pengembangan sekolah, dan pengelolaan kelas. Komitmen dan kerjasama sangat
diperlukan dalam upaya realisasi peran serta ini. Antara sekolah dan orang tua
idealnya saling proaktif. Peran serta orang tua dalam peningkatan mutu
pendidikan di sekolah dapat disesuaikan dengan latar belakang sosial ekonomi
dan kemampuan orang tua.
Demikian pula, dukungan masyarakat terhadap
peningkatan mutu pendidikan sekolah melibatkan peran serta tokoh-tokoh
masyarakat dan tokoh agama, dunia usaha dan dunia industri, serta kelembagaan
sosial budaya. Penyertaan mereka dalam pengelolaan sekolah hendaknya dilakukan
secara integral, sinergis, dan efektif, dengan memperhatikan keterbukaan
sekolah untuk menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat dalam
meningkatkan mutu sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah dapat berjalan dengan
baik apabila komite sekolah diberdayakan secara optimal. Komite sekolah
dibentuk sebagai mitra sekolah dalam mengembangkan diri menuju peningkatan
kualitas pendidikan. Dalam pelaksanaannya komite sekolah bekerja berdasarkan
fungsi-fungsi manajemen.
Sebagai mitra sekolah, komite sekolah memiliki
peran sebagai (1) advisory agency (pemberi pertimbangan), (2) supporting agency
(pendukung kegiatan layanan pendidikan), (3) controlling agency (pengontrol
kegiatan layanan pendidikan), dan (4) mediator atau penghubung tali komunikasi
antara masyarakat dengan pemerintah.
Sejalan dengan upaya memberdayakan dan meningkatkan
peran masyarakat, sekolah diharapkan dapat membina jalinan kerjasama dengan
orang tua dan masyarakat. Sebagai bagian dari konsep Manajemen Berbasis
Sekolah, pemberdayaan komite/dewan sekolah ini merupakan wujud manajemen
partisipatif yang melibatkan peran serta masyarakat, sehingga semua kebijakan
dan keputusan yang diambil adalah kebijakan dan keputusan bersama dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Manajemen
Berbasis Sekolah merupakan pendekatan politik yang bertujuan untuk mendesain
ulang pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang
mencakup guru, siswa, komite sekolah, orang tua siswa dan masyarakat.
Prinsip
Manajemen Berbasis Sekolah dalam mengimplementasikannya terdapat 4 (empat)
prinsip yang harus dipahami yaitu: kekuasaan, pengetahuan, sistem informasi,
dan sistem penghargaan.
Tujuan utama penerapan MBS pada intinya adalah untuk penyeimbangan
struktur kewenangan antara sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses dan
pusat sehingga manajemen menjadi lebih efisien
3.2. Saran
Dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan penulis, mahasiswa maupun
bagi pembacanya dapat mengambil manfaat tentang bagaimana manajemen berbasis
sekolah dan penerapannya. Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah guru
yang berkualitas akan menghasilkan lingkungan dan siswa yang berkualitas, maka
jadilah guru yang berstandar nasional agar mampu bersaing di kehidupan era
globalisasi ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Mulyasa, E. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Grasindo
Fatah, Nanang. 2004. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewa Sekolah. Bandung:
Pustaka Bani Quraisy.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.
Depdiknas, 2001.
Konsep dan Pelaksanaan dalam
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta:
Dikmenum.
Depdiknas,
2001. Panduan Monitoring dan Evaluasi
dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.